Kamis, 28 Juni 2012

BSC ( Balance Score Card )


Bab 1 Pendahuluan

 


 


 

  1. Latar belakang

 

Perkembangan zaman yang semakin pesat yang mengakibatkan kemajuan teknologi dan cara pikir manusia untuk mencari cara dan metode yang dapat menyelesaikan permasalahan dan tantangan yang muncul di dalam kehidupannya. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi ini berpengaruh dalam semua bentuk sendi kehidupan manusia mulai dari hal-hal yang mempengaruhi kehidupan individu sampai masalah yang mempengaruhi derajat hidup masyarakat atau orang banyak. Begitu juga dalam kehidupan organisasi perusahaan kemajuan zaman telah mengakibatkan para manajer untuk terus berinovasi untuk mencapai tujuan organisasi dan memaksimalkan kemampuan sumber daya organisasi agar dapat mencapai tujuan tersebut.

Untuk mengetahui apakah organisasi telah mencapai kinerja yang maksimum dalam hal pencapaian tujuan tentunya dibutuhkan suatu alat atau metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi. Salah alat yang dapat digunakan manajemen untuk mengukur kinerja organisasi adalah dengan menggunakan BSC ( Balance Score Card ) yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton. BSC merupakan salah satu alat atau metode yang tidak hanya dapat mengukur kinerja organisasi atau perusahaan tapi juga dapat digunakan oleh manajemen sebagai metode penyusunan strategi agar dapat mencapai tujuan perusahaan.

Berdasarkan alasan tersebut, makalah ini dibuat dengan alasan agar dapat memberikan penjelasan yang lebih mendalam terhadap masalah BSC.


 


 

  1. Tujuan Penulisan

 

Adapun penulisan makalah ini adalah :

  • Memberikan penjelasan dan gambaran singkat mengenai BSC dalam penggunaan di dalam organisasi perusahaan
  • Mengetahui konsep dan sifat BSC juga hubungannya dengan pencapaian tujuan organisasi perusahaan
  • Mengetahui alur dari BSC khususnya pada generasi pertama
  • Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari BSC

 


 

 

 
Bab II Pembahasan

 


 

2.1 Pengertian dari BSC


 

BSC (Balanced Score Card), seperti yang sudah dijelaskan secara singkat di atas mengenai BSC sebagai salah satu bentu atau alat yang digunakan untuk mengukur kinerja dan sebagai salah satu cara untuk menyusun strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Pengertian BSC secara lebih mendalam lebih dari sekedar alat pnyusun strategi dan pengukur kinerja. Beberapa pengertian BSC menurut para ahli antara lain adalah sebagai berikut :


 

  • Mulyadi (Sarjono, 2007) mengatakan bahwa  definisi Balanced Scorecard merupakan contemporary management tool yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipat gandakan kinerja keuangan.

     
  • Kaplan dan Norton (Sarjono, 2007) mengatakan bahwa  definisi Balanced Scorecard adalah suatu kerangka kerja baru untuk mengintergrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Balanced Scorecard mencakup berbagai aktivitas penciptaan nilai yang dihasilkan oleh para partisipan perusahaan yang memiliki kemampuan motivasi tinggi. Sementara tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, yaitu melalui perspektif finansial, Balanced Scorecard dengan jelas mengungkapkan berbagai hal yang menjadi pendorong tercapainya kinerjanya dan kompetitif jangka panjang yang superior.

 

  • Luis dan Biromo (Gultom, 2009) mengatakan bahwa definisi Balanced Scorecard adalah suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non-finansial yang kesemuanya terjalin dalam hubungan sebab akibat. 

 

2.2 Sejarah singkat mengenai BSC

 
Pada tahun 1996 Robert Naplan dan David Norton membuat sebuah metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja yang sesuai untuk perusahaan di era globalisasi, bernama Balanced Scorecard. Sistem ini pertama kali diuji coba oleh perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Latar belakang pembuatan metode ini adalah pendapat kedua orang ahli tersebut yang melihat bahwa penggunaan metode konvensional yang digunakan oleh organisasi perusahaan yang hanya mengukur tingkat kinerja perusahaan dari sisi financial (tingkat keuntungan) semata sebagai bentuk keberhasilan perusahaan. Penggunaan metode konvensional ini tentu saja tidak lagi efektif apabila diterapkan pada era globalisasi sekarang ini dimana factor financial tidak hanya sebagai penentu keberhasilan dari organisasi perusahaan.
Penggunaan BSC sendiri diharapkan dapat memperbaiki system konvensional dengan menggunakan fakta yang lebih bersifat kualitatif dan non-financial. Perbaikan penting lain dari BSC lainnya adalah bahwa dengan diterapkannya BSC adalahnya fokusnya pada pencapaian profitabilitas masa depan organisasi perusahaan.
Menurut Norton dan Kaplan BSC akan mempengaruhi struktur dan system manajemen yang ada pada saat ini melalui penetapan definisi-definisi pengukuran strategis dan integrasi strategi jangka panjang ke dalam penganggaran tahunan. Asumsi dasar dari penerapan BSC adalah bahwa semua organisasi adalah institusi pencipta kekayaan karena itu semua kegiatannya haruslah dapat menghasilkan tambahan kekayaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

 
2.3 Perkembangan BSC dan Perspektif BSC pada generasi Pertama

 
Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 BSC telah mengalami perkembangan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Perkembangan BSC sendiri sekarang telah mencapai beberapa generasi yaitu : generasi pertama yang memperkenalkan 4 perspektif, generasi kedua BSC dengan strategy maps dan linkage diagram dan yang terakhir generasi ketiga intangible asset readiness. Khusus pada makalah kali ini yang akan dibahas secara lebih mendalam adalah pada BSC dengan 4 perspektif.


 

 

 

 

 

 

 

 
Bagan alur BSC Empat perspektif

 
Pada BSC generasi ini memungkinkan terjadinya keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan dan antara outcomeyang diinginkan dan kinerja yang memicu outcome tersebut. Empat perspektif tersebut adalah sebagai berikut :
  • Learning and Growth, mendorong identifikasi langkah-langkah yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan ""How can we continue to improve and create value?". Pada langkah ini sasaran strategic dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah human Capital. Sebagai contoh  peningkatan kompetensi dan komitmen dari staff perusahaan.
  • Business Processes, mempunyai focus dalam perspektif ini adalah proses internal dari manajemen perusahaan yang harus dilakukan. Proses internal yang harus dilakukan adalah proses yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa sehingga dapat  menarik dan mempertahankan pelanggan di pasar yang akhirnya dapat memuaskan ekspektasi pemegang saham. Perbedaan fundamental antara pendekatan tradisional dan Balanced scorecard sebagai berikut pendekatan tradisional bertujuan untuk memantau dan meningkatkan proses bisnis yang telah ada. Sementara pendekatan Balanced scorecard akan selalu mengindentifikasi keseluruhan proses yang BARU dimana perusahaan harus memenuhi tujuan keuangan dan pelanggannya. Sasaran strategic dari perspektif proses bisnis ini adalah organizational capital.
  • Customer Satisfication, perusahaan mengidentifikasikan dan mendefinisikan pelanggan dan segmen pasarnya. Perspektif ini memiliki beberapa pengukuran utama dari outcome yang sukses dengan formulasi dan penerapan strategi yang baik. Sasaran strategic dari perspektif customer ini adalah Firm equity diantaranya adalah  kualitas hubungan perusahaan dengan kustomernya.
  • Financial Result, perspektif ini secara otomatis akan terwujud dari baik buruknya kinerja 3 perspektif dibawahnya. Pengukuran kinerja keuangan mengindikasikan apakah strategi perusahaan, penerapannya, dan pelaksanaannya memberikan kontribusi pada peningkatan yang mendasar sasaran strategic. Sasaran strategic dari perspektif keuangan adalah shareholder value seperti meningkatnya ROI (Return on Investment).

 


 
2.4 Konsep Umum


 
Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan dengan kinerja yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan, mencakup jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor (scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang akan datang.

Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan factor internal dan eksternal. Dari hasil studi dan riset yang dilakukan disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja masa depan, diperlukan pengukuran yang komprehensif yang mencakup 4 perspektif yaitu: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran-pertumbuhan. Berdasarkan konsep balanced scorecard ini kinerja keuangan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari kinerja non keuangan (costumer, proses bisnis, dan pembelajaran). Pada awal perkembangan penerapan konsep balanced scorecard, perusahan-perusahaan yang ikut sebagai "kelinci percobaan" mengalami pelipatgandaan kinerja keuangan mereka.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sebelumnya pengukuran kinerja pada mulanya hanya mengukur dari sisi financial semata sehingga terjadi pengabaian kinerja lainnya di luar sisi financial seperti kepuasan pelanggan, kesejahteraan pekerja dan juga kefektifitas proses dalam menghasilkan produk barang dan jasa. Dengan BSC diharapkan terjadinya keseimbangan antara kesuksesan organisasi perusahaan jangka pendek dengan jangka panjang. Beberapa konsep yang penting BSC dalam manajemen strategis antara lain adalah :

  1. Menambahkan 3 sudut pandang baru ke dalam manajemen strategis yang sudah ada.
  2. Penggunaan indicator leading dan lagging, dimana indicator lagging menunjukan bagaiman perusahaan bertindak terhadap sesuatu kejadian yang telah terjadi sedangkan indicator leading menunjukan sebaliknya yaitu pada masa depan.
  3. Adanya hubungan sebab-akibat pada beberapa indicator kinerja yang terkait.
  4. Pembelajaran "double loop learing" dengan ini perusahaan yang mengembangkan BSC dapat menggunakanya untuk mengontrol kesuksesan strrategi awal sebagai dasar pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang dengan informasi baru pada lingkungan bisnis baru.

 


 
2.5 Karakteristik BSC


 
Menurut John Sterling pada jurnalnya yang  berjudul "Using The Balanced Scorecard In A Sophisticated Law Firm" tahun 2007, terdapat 4 (empat) karakteristik dalam BSC dalam penggunaanya di perusahaan yaitu :


 
  1. Pengukuran Finansial: pengukuran ini mendefinisikan kebutuhan dari stakeholders dan ekspetasi dari perusahaan. Dalam beberapa kalangan, BSC dianggap sebagai reaksi berfokus terhadap nilai pemegang saham. Itu adalah kesimpulan yang salah. Penulis hanya mendefinisikan kebutuhan manajemen untuk mengukur unsur-unsur lain dari strategi dan operasi jika hal itu dipandang akan memberikan hasil keuangan yang lebih baik.

     
  2. Pengukuran terhadap pelanggan: pengukuran ini lebih berfokus bagaimana perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Beberapa yang diukur adalah fleksibilitas, inovasi, tanggung jawab, dan lainnya yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.

     
  3. Pengukuran terhadap pengembangan dan pembelajaran: pengukuran ini lebih berfokus pada bagaimana perusahaan menerapkan perubahan dalam organisasi dan mengembangkan sektor-sektor yang masih perlu peningkatan

     
Pengukuran terhadap bisnis proses perusahaan: pengukuran ini berfokus pada bagaimana perusahaan meningkatkan bisnis proses terhadap strategi bisnis, sehingga bisnis perusahaan dapat berjalan dengan baik dan meningkat.

  
2.6 Cara Pengimplementasian BSC


 

Ada banyak cara yang dapat digunakan oleh perusahaan yang ingin melakukan penerapan BSc ke dalam unit usaha mereka. Berikut ini adalah salah satu cara yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan pengimplementasian BSC ke dalam perusahaan mereka yaitu :

  • Memperjelas visi dan misi dari organisasi perusahaan yang ingin menerapkan BSC
  • Mengembangkan sasaran strategis yaitu :
  1. Mengidentifikasi proses bisnis mana saja yang dapat menambah dan memperbaiki nilai kinerja
  2. Mendukung dan mencari cara agar program lingkungan dapat mendukung sasaran sustainabilitas
  3. Mencari agar sustainabilitas dapat menggantikan produk dan proses untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
  4. Mengatisipasi kebutuhan pelanggan di masa yang akan datang sebagai salah satu bentuk proses berkelanjutan
  • Meluncurkan inisiatif strategis lintas bisnis
  • Membimbing setiap unit usaha dalam mengembangkan strategi masing-masing agar sesuai dan konsisten dengan tujuan perusahaan.

 

2.7 kelemahan dan keunggulan dari BSC


 

Di dalamsistem manajemen strategik (Strategik management sistem) ada 2 tahapan penting yaitu tahapanperencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap implementasi saja yaitu sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif bagi para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balancedscorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan yang lebih tinggi yaitu perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management sistem .

Cerita suksesnya penerapan konsep balanced scorecard pada berbagai perusahaan dilaporkan pada artikel Harvard Business Review ( 1996) yang berjudul "Using Balanced Scorecard as a strategik management sistem ".keunggulan balanced scorecard adalah sebagai berikut:


 

  1. Komprehensif, pengukuran dengan metode BSC ini jauh lebih komprehensif apabila dibandingkan dengan metode konvensional karena dengan metode BSC ini para eksekutif perusahaan menyadari bahwa bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis, dan pembelajaran pertumbuhan bukan hanya perspektif keuangan.
  2. Koheren, koheren adalah adanya hubungan sebab akibat sehingga dalam BSC dapat disimpulkan semua sasaran strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan.
  3. Seimbang, Keseimbangan dalam balanced scorecard juga tercermin dengan selarasnya scorecard personal staff dengan scorecard perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan.
  4. Terukur, Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya kenyakinan bahwa 'if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it'. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis/ intern serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
Sedangkan apabila kita melihat kelemahan dari BSC sendiri. Meskipun BSC masih terus mengalami perkembangan yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton agar dapat terus

berkembang sesuai dengan kondisi bisnis sekarang ini. Seorang consultant bernama Arthur M Schneiderman sekaligus sebagai senior examiner di Malcom Baldrige National Quality Award, memaparkan faktor2 yang menyebabkan balanced scaorecard gagal. Faktor2 tersebut adalah sebagai berikut:

  • Kurang didefinisikan dengan tepat factor independen pada BSC khususnya pada perspektif non keuangan Padahal faktor non financial ini  sebagai indikator utama yang memberikan kepuasan bagi stakeholder di masa yang akan datang.
  •  Metric didefinisikan secara minim (poor). Umumnya metric financial lebih mudah didefinisikan karena berhubungan dengan angka secara kuantitatif, sedangkan untuk non financial tidak ada standar yang pasti. Pendefinisian metric dalam bentuk kongkretnya adalah penentuan ukuran dari masing2 objektif dalam setiap perspektif BSC.
  • Terjadi "negosiasi" dalam penentuan improvement goal dan tidak berdasarkanstakeholder requirement, fundamental process limits dan improvement process capabilities.  Istilah negosiasi ini dalam prakteknya diistilahkan dengan "penghijauan" skor, artinya supaya kelihatan performancenya bagus bisa jadi target yang diturunkan atau timeframenya disesuaikan.

 


 

 

 

 

 

Bab III Penutup

 

 


 

3.1 Kesimpulan


 


 

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa BSC adalah satu metode yang bisa dibilang jauh lebih baik dari pada metode konvensional dikarenakan tidak hanya mengukur aspek financial semata tapi juga dapat mengetahui parameter lain yang dapat menghasilkan profitabilitas bagi organisasi di masa yang akan datang sehingga dapat menjaga sustainbilitas organisasi yang lebih terjamin.


 

Meskipun BSC mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan tersendiri tetap saja metode BSC tetap diakui merupakan sistem manajemen kinerja terbaik, yang membantu setiap bagian dalam organisasi untuk menerapkan strategi organisasi menjadi tindakan operasional dan hasil yang jelas. Metode BSC bukan sekedar sistem manajemen kinerja biasa, tetapi alat untuk mengimplementasikan strategi secara efektif. Masalah utama yang dihadapi organisasi bukanlah menyusun atau memformulasikan strategi, melainkan bagaimana mengimplementasikan strategi itu secara efektif. Betapapun indahnya strategi organisasi, tetapi kalau pelaksanaannya tidak baik, hasilnya akan tetap buruk. Sebaliknya, strategi organisasi yang sederhana namun diterapkan secara ekselen, maka hasilnya akan sangat luar biasa.


 

Kesimpulan akhirnya adalah BSC di satu sisi memecahkan berbagai hambatan organisasi, namun di sisi lain hanya menghasilkan kegagalan bilamana tidak dilaksanakan dengan menghilangkan hambatan-hambatan tesebut. Masih banyak catatan lain yang perlu jadi acuan di dalam mengimplementasikan sistem manajemen kinerja Balanced Scorecard.


 


 

3.2 Saran


 

Saran akhir yang dapat disampaikan adalah pengembangan BSC sendiri perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi organisasi perusahaan ini dilakukan agar penerapan BSC dapat berjalan dengan lancar agar dapat menghasilkan keuntungan perusahaan tidak hanya untuk jangka pendek tapi juga untuk jangka penjang.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Referensi dan Bahan Rujukan

 

 

  • http://www.slideshare.net/ahmadbijan/balanced-score-card
  • http://jsofian.wordpress.com/2007/04/07/mengapa-penerapan-balanced-scorecard-gagal/
  • http://jsofian.wordpress.com/2006/07/21/perspektif-dalam-balanced-scorecard-generasi-pertama/
  • http://elmudunya.wordpress.com/2009/12/16/sistem-manajemen-strategi-berbasis-balancescorecard/#more-241
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Balanced_scorecard
  • http://layong.blog.binusian.org/2010/10/14/balanced-scorecard-pengertian-karakteristik/
  • http://www.pt-mki.co.id/index.php/research/14-kenapa-sistem-kinerja-gagal-tulisan-1.html
  • http://saung-elmu.blogspot.com/2010/08/langkah-langkah-membangun-balanced.html
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_skor_berimbang
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Balanced_scorecard

 


 


 


 


 

 

Senin, 11 Juni 2012

Sekilas Mengenai OJK ( Otorisasi Jasa Keuangan ) di Indonesia Sesuai dengan UU No 21 Tahun 2011

Sekilas Mengenai OJK ( Otorisasi Jasa Keuangan ) di Indonesia Sesuai dengan UU No 21 Tahun 2011


 

Di Indonesia mungkin kata-kata tentang OJK mungkin belum banyak kita kenal. OJK adalah singkatan dari Otorisasi Jasa Keuangan, sebelum mengenal lebih lanjut tentang OJK kita harus lebih dahulu mengerti apa yang dimaksud dengan Jasa Keuangan. Jasa keuangan secara umum adalah istilah yang digunakan untuk merujuk jasa yang disediakan oleh industry atau organisasi keuangan salah satu bentuk perusahaan yang menyediakan jasa keuangan adalah bank, asuransi, kartu kredit dan sekuritas. Sejarah singkat mengenai Jasa Keuangan, dapat dilihat kembali dari perkembangan di amerika serikat sejak dikeluarkannya Gramm-Leach-Bliley Act pada akhir tahun 1990 yang memungkinkan perusahaan yang beroperasi di industry keuangan AS untuk bergabung.

Sedangkan yang dimaksud dengan OJK sendiri kita dapat mellihatnya pada UU no 21 tahun 2011. Menurut Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata dengan pembentukan OJK diharapkan dapat berperan sebagai badan pengawas industry keuangan yang bersifat netral dan konsisten dalam menjalankan aturan yang berlaku.


 

<>. Pengertian OJK

Menurut UU No 21 tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini."

Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Diharapkan dengan dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan agar adanya pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.

<>. Tugas Seksi Jasa Keuangan

Menurut pasal 6 dari UU No 21 tahun 2011 tugas utama dari OJK adalah berupa melakukan pengaturan dan juga pengawasan terhadap kegiatan berikut :

  • Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
  • Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
  • Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:

  • Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
    • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
    • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
    • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
    • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
  • Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
    • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
    • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
    • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
    • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
  • Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
    • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
    • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
    • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
    • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
    • Melakukan penunjukan pengelola statuter;
    • Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
    • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
    • Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

<>. Asas-asas OJK dalam menjalankan kegiatan

Untuk melaksanakan kegiatannya OJK sendiri juga mempunyai asas-asas tertentu yang harus dijadikan pedoman yaitu :

  1. Asas Independensi, tentang sifat independensi OJK dalam melaksanakan kegiatannya


     

  2. Asas Kepastian Hukum, bahwa OJK mengutamakan landasan dari UU yang berlaku untuk melakukan kegiatannya


     

  3. Asas Kepentingan Umum, bahwa semua kegiatan OJK didasarkan untuk melindungi dan memajukan kepentingan umum


     

  4. Asas Profesionalitas


     

  5. Asas Integritas, OJK selalu berpegang teguh pada nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambilnya


     

  6. Asas Keterbukaan


     

  7. Asas Akuntabilitas, bahwa semua kegiatan dari OJK sendiri dapat dipertanggungjawabkan kepada public


     

<>. Tantangan dan Kelemahan dari OJK

Dengan digabungkannya kegiatan dan pengawasan sector keuangan menjadi OJK tentu ada tantangan dan kelemahan yang menyertainya, salah satu bentuk tantangan terbesar efektivitas dan kredibilitas OJK. Seperti yang sudah kita ketahui selama ini sector jasa keuangan di Indonesia masih bisa tergolong lemah terhadap krisis keuangan global.

Salah satu penyebabnya adalah masih terkonsentrasi pada perbankan. Bank menghadapi masalah struktural lemahnya permodalan, rendahnya variasi pendanaan, dan risiko UMKM sehingga mengakibatkan masih tingginya biaya dana dan suku bunga perbankan. Diharapkan kelemahan ini dapat diatasi dengan sektor jasa keuangan akan diatur dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Anggito Abimanyu Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta berikut ini adalah beberapa tantangan dari OJK

Tantangan Pendalaman

Apabila kita meninjau aset sektor jasa keuangan dan kapitalisasi pasar modal, kita tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lain. Salah satu tujuan dari pembentukan OJK menurut UU adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat diintegrasikan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan koordinasi. Tantangan utama yang dihadapi di sektor keuangan di Indonesia adalah konsekuensi dari pendalaman sektor keuangan, kerentanan pada risiko global, dan kredibilitas OJK.

Sektor keuangan merupakan "pusat" dari sistem dalam sebuah perekonomian. Kegagalan sektor keuangan dapat melemahkan kinerja seluruh sistem dalam perekonomian (Joseph Stiglitz, 1994). Salah satu kunci utama pendalaman keuangan adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi akses untuk pihak-pihak yang tak memiliki kecukupan finansial. Tak kalah penting adalah kekuatan struktur permodalan, infrastruktur, dan inovasi produk jasa keuangan.

Yang menjadi masalah adalah bahwa inovasi produk keuangan juga memiliki resiko tersendiri yaitu pertumbuhan produk derivatif (suatu cara untuk membuat para pemegang dana memiliki rasa aman, tetapi eksesnya tidak dapat diperkirakan) sangat cepat dan pada umumnya (80 persen) produk derivatif berupa over the counter (OTC) dalam bentuk forex options dan future, credit default swap (CDS), dan OTC lainnya.

Kerentanan Terhadap Krisis Global

Sektor jasa keuangan di Indonesia masih sangat rentan pada gejolak eksternal. Krisis keuangan dapat terjadi sebagai akibat dari efek ketularan, baik dari negara tetangga, lingkup regional, maupun global. Dampak krisis moneter 1998 terhadap perekonomian Indonesia sangat besar, dengan biaya pemulihan krisis mencapai 60 persen dari PDB. Sektor perbankan Indonesia praktis kolaps jika pemerintah tidak merekapitalisasi perbankan. Krisis 1998 memberikan pelajaran mengenai pentingnya kehati-hatian dan pengelolaan serta pengawasan perbankan yang profesional.

Kepercayaan Terhadap OJK

OJK adalah lembaga otoritas yang dibentuk dari integrasi dua lembaga besar, yaitu Direktorat Pengatur dan Pengawas Perbankan BI dan Bapepam-LK Kementerian Keuangan. Selain kendala kelambanan waktu, efektivitas lembaga, dan cakupan wilayah kerja, OJK menghadapi permasalahan dalam mencapai model integrasi yang optimal karena peran dan kepentingan masing-masing cenderung berbeda, yakni antara prinsip prudensial pada perbankan dan lembaga keuangan serta keterbukaan pada pasar modal.


 

Sedangkan mengenai masalah kelemahan OJK sendiri, menurut Calon Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulia P Nasution kelemahan dari OJK antara lain soal pengaturan dan pengawasan dalam satu organisasi secara terpadu namun beliau juga mengatakan bahwa dengan organisasi yang mengatur dan mengawasi yang baru ini, mestinya bisa bekerja dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang sekarang.


 

Sumber dan referensi :


 

  • http://berita.liputan6.com/read/409404/calon-anggota-komisioner-kritik-kelemahan-ojk
  • http://nasional.kompas.com/read/2012/03/30/02065538/Tantangan.OJK
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Jasa_keuangan
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Financial_services
  • http://pascasarjana-stiami.ac.id/2012/05/sedikit-menilik-otoritas-jasa-keuangan-menurut-uu-no-21-tentang-otoritas-jasa-keuangan/