Jumat, 29 November 2013

tugas review jurnal



Review Jurnal
Comparing the Ethics Codes: AICPA and IFAC
(Institute's efforts focus on codifying and aligning rules with international standards.)
BY CATHERINE ALLEN, CPA
OCTOBER 2010
Sebelum membahas lebih dalam mengenai jurnal yang berjudul “comparing the ethics codes: AICPA and IFAC” atau dalam bahasa Indonesia “Perbandingan kode etik: AICPA dan IFAC” kita harus lebih dahulu mengenal apa yang dimaksud dengan AICPA dan IFAC. AICPA adalah singkatan dari American Institute of Certified Public Accountant yang bertugas untuk menentapkan standard dan kode etik bagi akuntan sedangkan IFAC atau International Federation of Accountants yang mempunyai tugas untuk membuat standar internasional pada etika, auditing dan assurance, pendidikan akunting, dan akuntansi sector public. Yang menjadi latar belakang dalam penulisan jurnal ini adalah berdasarkan pengamatan di lapangan telah terjadi peningkatan yang tajam terhadap kegiatan audit multinasional khususnya yang dilakukan oleh firma akuntan di Amerika. Peningkatan ini berarti banyak CPA yang melakukan jasa mereka menggunakan standar dari IFAC. Dimana langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang auditor adalah dengan memahami  IFAC’s International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA) Code of Ethics for Professional Accountants (IESBA Code) juga dengan AICPA Code of Professional Conduct (AICPA Code). Dimana ketika terjadi perbedaan spesifkasi maka anggota harus patuh terhadap standar yang lebih ketat yang  berlaku. 
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan masalah yang ada yaitu:
1.    Apakah ada perbedaan yang mengakibatkan perbedaan pengaplikasian kode standar antara AICPA dan IESBA?
Tujuan penelitian
1.    Mengetahui beberapa perbedaan kode standar antara AICPA dan IESBA dan mengetahui bagaimana pengaplikasian antara kedua standar tersebut.
Pembahasan
1.    Dalam IESBA dan AICPA standar kode terdapat banyak persamaan jika dibandingkan dengan perbedaan meskipun beberapa perbedaan yang ada sangat signifikan contohnya dalam perbedaan antara keduanya adalah dalam  IESBA standar kode dibagi menjadi tiga bagian yaitu; bagian A berlaku untuk semua akuntan professional, bagian B berlaku hanya untuk seseorang dalam akuntansi public dan bagian C berlaku pada orang di dalam bisnis atau dengan kata lain semua orang yang tidak termasuk dalam praktek public. Sedangkan AICPA tidak membagi prinsip dan aturan dengan cara ini. Sedangkan dalam persamaan antara IESBA dengan AICPA adalah bahwa keduanya membahas topic mengenai independensi, kecermatan, kerahasiaan, dan kebenaran dalam melaporkan informasi.
2.    Principle vs Rules, dalam pengaplikasiannya IESBA lebih sering direferensikan sebagai kode yang berbasis prinsip sedangkan AICPA lebih berdasarkan kepada aturan. Meskipun demikian hal ini tidak sepenuhnya benar karena IESBA tidak mengandung peraturan secara de facto.
3.    Perbedaan dalam pendekatan, IESBA menggunakan ‘conseptual framework approach’ untuk melakukan evaluasi etika yang dilakukan secara menyeluruh dalam kodenya sedangkan AICPA hanya menggunakan pendekatan ini apabila peraturan tidak mengarahkan kepada situasi.
4.    Perbandingan Independensi, pada kode IESBA didiskusikan mengenai beberapa hal yang merupakan materi independensi yang tidak terdapat dalam peraturan independensi AICPA contoh yang termasuk adalah dalam Long Association of Senior Personnel (Including Partner Rotation) with a Client dan juga dalam hal Fees—Relative Size.
Kesimpulan
1.    Standar kode dalam IESBA dan AICPA mempunyai lebih banyak persamaan dibandingkan dengan perbedaan.
2.    Baik IESBA maupun AICPA dalam hal pengaplikasian mempunyai beberapa perbedaan dan persamaan meskipun demikian sebagian besar perbedaan yang ada tidak mempengaruhi pengaplikasian keduanya.
3.    Standar kode IESBA mendiskusikan beberapa hal penting dalam hal independensi.
 
Sumber: http://www.journalofaccountancy.com/Issues/2010/Oct/20103002

Sabtu, 02 November 2013

Reinventing Goverment-part 2

Pemerintahan yang kompetitif
Perbedaan antara pemerintahan yang kompetitif dan pemerintahan dengan model monopoli adalah pada pemerintahan yang kompetitif tidak hanya berperan dalam pemberian pelayanan tapi juga berperan sebagai penyuntik sifat persaingan atau kompetitif ke dalam pelayanan. Pada model lama pemerintah yang hanya berperan sebagai pelayan tidak hanya menyebabkan sumber daya pemerintah menjadi habis terkuras tetapi juga menyebabkan pelayanan yang diberikan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah yang menghasilkakn buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan yang dilakukan. Dengan menyuntikan dan mengembangkan sifat kompetitif di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan public sehingga akan mengakibatkan terjadinya efisiensi, tanggung jawab dan terbentuknya lingkungan yang inovatif selain itu sifat kompetisi juga akan memaksa monopoli pemerintah atau swasta untuk merespon segala kebutuhan pelangganya karena kompetisi menghargai inovasi dan membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.
Pemerintahan yang digerakan oleh misi
Dalam pemerintahan yang digerakan oleh misi bertujuan untuk mengubah organisasi yang digerakan oleh peraturan dalam artian pemerintah yang berjalan atas aturan akan tidak efektif dan kurang efisien, dikarenakan pekerjaan menjadi lamban dan bertele-tele. Organisasi public ditopang oleh dua hal yaitu anggaran atau dana dan peraturan berdasarkan pengamatan organisasi entrepreneulial umumnya cederung meminimalkan peraturan dan memfokuskan kepada tujuan utama dimana pada organisasi entrepreneurial membiarkan manajer menentukan jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan perusahaan apabila tujuan dan misi yang akan dicapai jelas. Dibandingkan dengan sistem lama yang menekankan kepada peraturan sehingga mengakibatkan pemborosan anggaran.
Sisi positif lain yang dapat dicapai dari pmerintahan yang digerakan oleh misi adalah lebih efisien, inovatif, fleksibel dan mempunyai semangat yang lebih tinggi dibandingkan dengan model lama dikarenakan pemberian keleluasaan kepada pegawai dalam mencapai misi organisasi.
Pemerintah yang berorientasi hasil
Pada pemerintah yang berorientasi kepada hasil pemerintah berfungsi untuk membiayai hasil bukan masukan. Dalam hal ini apabila lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masuka maka akan sedikit sekali alasan mereka untuk bekerja keras apabila jika dibiayai dengan hasil atau outcome maka mereka akan menjadi osesif pada prestasi. Tanpa orientasi hasil pemerintah birokratis cenderung jarang dalam mencapai keberhasilan.
Pemerintahan yang berorientasi pelanggan
Dalam pemerintahan yang berorientasi pelanggan maka pemerintah diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi. Disini pemerintah dapat belajar dari sector bisnis yaitu apabila pemerintah tidak dapat focus dan perhatian kepada masyarakat maka masyarakat tidak akan pernah pusa dengan pemerintah. Dalam sistem ini pemerintah haruslah tanggap kepada kebutuhan masyarakat karena masyarakat ditempatkan sebagai pelanggan yang diperhatikan kebutuhannya. Keunggulan pada sistem yang berorientasi kepada pelanggan adalah dapat memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggan, tidak boros dikarenakan pasokan disesuaikan dengan permintaan dan menciptakan peluang yang lebih besar bagi keadilan.
Pemerintahan wirausaha
Dalam pemerintahan wiraswasta pemerintah harus menghasilkan ketimbang membelanjakan     Artinya, sebenarnya  pemerintah  mengalami  masalah  yang  sama  dengan  sektor  bisnis,  yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon  yang diberikan. Salah satu contohnya adalah dengan menetapkan biaya untuk public service dan dana yang didapatkan akan digunakan untuk inovasi pada bidang pelayanan public yang lain sehingga pemerintah mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil meskipun dalam situasi keuangan yang sulit.
 Pemerintah yang antisipatif
Dalam pemerintahan tradisional yang birokratif yang cenderung memusatkan penyediaan jasa untuk memerangi masalah cenderung membuat pemerintah kehilangan kapasitas dalam memberikan respon atas masalah-masalah yang muncul. Sikap ini harus diubah agar menjadi pola pencegahan sehingga dapat menyelesaikan masalah yang semakin kompleks di masyarakat.
Pemerintahan desentralisasi
Pada pemerintahan desentralisasi dari hierarki menuju partisipasi kerja. Pemerintahan sentralisasi cenderung berhasil bila komunikasi antar lokasi masih lamban dan pekerja public belum terdidik sekarang ini keadaan sudah berubah  informasi  dan  teknologi  sudah  mengalami  perkembangan  pesat,  komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling diperlukan. Sekarang sudah saatnya keputusan harus dibagi kepada lebih banyak orang yang memungkinkan keputusan dibuat ke bawah atau pada pinggiran ketimbang mengkonsentrasikan pada pusat atau level atas.
Pemerintah yang berorientasi pasar
Dalam pemerintahan yang berorientasi pasar pemerintah didorong untuk mendokrak perubahan melalui pasar artinya, daripada  beroperasi  sebagai  pemasok  masal  barang  atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik  lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang  dan  menyemai  pemodal  pada  pasar  yang  telah  ada  atau  yang  baru  tumbuh. Pada pemerintahan entrepreneur pemerintah tidak lagi berusaha untuk mengotrol lingkungan akan tetapi lebih kepada strategi inovatif untuk membentuk lingkungan agar kekuatan pasar berlaku. Strategi yang digunakan  adalah  membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.

Sumber:


    1. 10 PRINSIP MEWIRAUSAHAKAN BIROKRASI (Perspektif David Osborne Dan Ted Gaebler Tentang Pelayanan Publik) oleh Drs. Mahmun Syarif Nasution M.AP
    2. http://www.jstor.org/stable/3381012.

    Reinventing Goverment-part 1


    Reinventing Government
    “what have you change that has changed everything else ?”
    Pernyataan dari david Osborne dan ted gaebler diajukan dalam karyanya tentang reinventing government yang berjudul “Reinventing Government : How the Enterpreneurial Spirit is Transforming the Public Sector”. Mengenai pengertian tentang Reinventing government menurut david Osborne adalah dengan mewirausahakan birokrasi akan tetapi pengertian mewirausahakan ini tidak berfokus kepada keuntungan akan tetapi yang dimaksud dengan mewirausakan birokrasi ini bertujuan kepada keoptimalan suatu pemerintah dalam melakukan pelayanan kepada masyarakatnya.
    Teori tentang reinventing government sendiri sebenarnya adalah pembaruan dari teori yang telah muncul yaitu teori tentang “The Old Public Management” dimana reinventing government termasuk ke dalam teori tentang the new public management. Reinventing Government sendiri merupakan teori yang mengkritisi dan memperbaiki konsep-konsep mengenai optimalisasi di lingkungan birokrasi agar sesuai dengan kemajuan yang terjadi pada saat ini.
    Awal dari munculnya teori Reinventing government adalah akibat berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah Amerika karena buruknya system yang ada. David Osborne berpendapat bahwa system pada pemerintah amerika adalah suatu system yang buruk hal ini juga didorong dengan fakta bahwa banyaknya orang yang mendukung system tersebut. System yang dimaksud oleh Osborne adalah system anggaran atau budget system yang menyediakan insentive untuk pemborosan anggaran. Osborne berpendapat bahwa sudah seharusnya sistem tersebut diganti agar dapat meningkatkan performa pemerintah sendiri dan meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat.
    Selanjutnya Osborne menjelaskan bahwa langkah pertama untuk melakukannya adalah dengan melakukan identifikasi terhadap masalah secara garis besar, kenapa pemerintah menjadi begitu tidak efektif dan mebengkak (dalam hal anggaran) ?. Jawabannya sederhana hal ini terjadi karena pemerintah melakukan bisnis dan kegiatannya dalam model yang telah lama usang atau telah ketinggalan zaman. Contoh konkrit menurut Osborne adalah pada pendidikan public yang sebenarnya bekerja dengan sangat baik ketika pertama kali dibuat akan tetapi sekarang dunia telah berubah dan sangat disayangkan sector public terlalu sering tidak ikut berubah sesuai dengan perkembangan dunia. Pendekatan pada model lama yang cenderung dilakukan dari atas ke bawah dalam sistem hierarki dengan banyaknya aturan dan regulasi.
    Seiring dengan perubahan dunia sistem lama tersebut seharusnya mulai ditinggalkan agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada sekarang ini. Keadaan dunia sekarang dimana terjadi perubahan pada masyarakat yang diakibatkan tidak hanya pada perubahan teknologi tapi juga perubahan social. Pada lingkungan yang mulai berubah ini maka sistem lama yang berupa birokrasi dari atas ke bawah atau top down bureaucratic yang memonopoli standarisasi jasa menjadi tidak efektif. Untuk menjadi sistem efektif yang dibutuhkan adalah suatu sistem yang ramping, cepat, responsive kepada konsumen mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara konstan dan juga mampu meningkatkan produktifitas secara terus menerus. Atau dengan kata lain sistem perlu bersifat seperti entrepreneur bukan secara birokrat.
    Akan tetapi sistem yang berdasarkan kepada prinsip atau asas entrepreneurial tidak berarti hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan karena kata entrepreneurial mempunyai makna yang jauh lebih luas dimana perbedaan mendasarnya adalah bahwa seorang entrepreneur adalah orang yang mengalihkan sumber daya dari suatu area atau bidang yang mempunyai produktifitas rendah dan hasil yang minimal ke area dengan produktifitas tinggi dan hasil yang lebih tinggi. Pengaplikasian entrepreneurial ke dalam berbagai bidang yang ada mulai dari sector public, nonprofit dan private sector merupakan hal yang dapat dilakukan oleh seorang manager public. Hal yang menjadi tantangan adalah tentang mengenai bagaimana cara pengaplikasian entrepreneurial ke dalam kegiatan sector public.
    Sekarang ini pertanyaan yang terus muncul adalah bagaimana cara melakukannya? Bagaimana cara mengubah sistem birokratik menjadi sistem yang berprinsip entrepreneurial?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut Ted Gaebler dan David Osborne melakukan perjalanan selama hamper 5 tahun berkeliling mencari organisasi public entrepreneurial dan menanyakan pertanyaan yang sederhana “ what have you change that has changed everything else?”.
    Berdasarkan pengalaman itu mereka menemukan sepuluh prinsip dasar tentang bagaimana struktu suatu organisasi public entrepreneurial dan melakukan perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dari monopolis menjadi kompetisi, dari mekanisme birokratif ke mekanisme pasar, dari pendanaan berdasarkan input ke pendanaan berdasarkan hasil yang dicapai. Sepuluh prinsip yang ditemukan oleh Osborne dan gaebler tidak wajib harus ada pada satu organisasi akan tetapi, berdasarkan fakta yang ada di lapangan kebanyakan organisasi entrepreneurial setidaknya ada enam prinsip yang digunakan pada praktiknya.
    Catalytic Government / Pemerintahan Katalis
    Merupakan prinsip pertama, yang menjadi dasar adalah pemerintah katalis dimana apabila pemerintahan diibaratkan sebagai perahu maka pemerintah harusnya menjadi orang yang mengarahkan dibandingkan mengayuh perahu tersebut agar bergerak. Pada pemerintahan dengan model lama untuk menyelesaikan masalah birokrasi dibuat dan diisi oleh pegawai yang bekerja sebagai tenaga sipil dan mereka yang melakukan layanan jasa public. Pemerintahan dengan model entrepreneurial lebih berkonsentrasi kepada kebijakan-kebijakan strategis (dengan kata lain mengarahkan) daripada disibukan dengan hal-hal teknis yang bersifat pelayanan (mengayuh). Dalam upaya mengarahkan tentu diperlukan beberapa kriteria diantaranya adalah pemerintah membutuhkan tenaga orang yang mampu melihat seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing dalam mendapatkan sumber daya begitu juga dengan mengayuh dibutuhkan seseorang yang sunguh-sunguh memfokuskan kepada suatu misi dan melakukannya dengan baik. Dari kombinasi antara keduanya inilah maka akan didapat suatu pemerintah entrepreneurial yang diharapkan dapat mecapai tujuan utama.
    Pemerintahan milik rakyat
    Dalam prinsip ini pemerintah diharapkan sebagai bagian yang memberi wewenang ketimbang melayani. Yang dimaksud disini adalah pemerintah harusnya adalah sebagai badan yang menumbuhkan inisiatif masyarakat untuk menyelesaikan masalah mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat,kelompok persaudaraaan dan organisasi social. Hasil yang didapat dari pemerdayaan ini adalah agar diharapkan masyarakat memiliki iklim partisipasi aktif dalam mengontrol pemerintah sehingga akan muncul rasa bahwa pemerintah adalah milik rakyat. Tanggung jawab yang dimiliki oleh pemerintah meskipun telah didorong kepada masyarakat (berupa kepemilikan dan kontrol) tidak menjadikannya hilang atau berakhir pemerintah tetap mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi.